Abdullah bin Amr bin Al-Ash
Radhiyallahu 'anhu (wafat 63 H)
|
Radhiyallahu
‘anhu lahir 47 tahun sebelum hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dia
tumbuh di dalam naungan bapaknya (‘Ash bin Wail) yang memusuhi Islam dan kaum
muslimin.
Beliau
masuk islam pada tahun ke 8 H, yang mana ketika itu umur beliau lebih dari lima
puluh tahun. Ketika ia masuk Islam maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
menjadikannya salah satu orang terdekatnya, ini tidak lain dikarenakan keilmuan
dan keberaniannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikannya
sebagai panglima pada peperangan Dzatussalasil, dan memperkuatnya dengan Abu
Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin Jarah radhiyallahu ‘anhum, kemudian beliau
menjadikannya pemimpin di daerah ‘Uman, yang akhirnya beliau wafat di daerah
tersebut. Beliau juga pemimpin pasukan dalam peperangan di Syam pada masa
kekhalifahan Umar, di bawah pimpinan beliaulah ditaklukannya Qinasrin, dan
mengadakan perjanjian dengan penduduk Halab dan Manbaj dan Antokyo, dan Umar
menjadikannya sebagai gubernur di palestina.( http://blognyafitri.wordpress.com/2012/03/20/kisah-sahabat-amru-bin-ash-radhiyallahu-anhu-shahabat-yang-cerdas-lagi-pemberani-oleh-ummu-haura/)
oleh Ummu Haura.
Dia adalah seorang dari Abadilah yang faqih, ia memeluk
agama Islam sebelum ayahnya, kemudian hijrah sebelum penaklukan Mekkah.
Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan
shalat, sambil menekuni hadits Rasulullah Shallahllahu ‘alaihi Wassalam.
Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 700 hadits,
Sesudah minta izin Nabi Shallahu ‘alaihi Wassalam untuk menulis, ia mencatat
hadits yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini Abu Hurairah berkata “ Tak
ada seorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits Rasulullah, kecuali
Abdullah bin Amr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan aku tidak”.
Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda,
Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan
darinya antara lain Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad
bin Al-Musayyab, Thawus, dan Ikrimah.
Sanad
paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin
Syu’aib dari ayahnya dan kakeknya Abdullah. Abdullah bin Amr wafat pada tahun
63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.
(http://www.alquran-sunnah.com/kitab/ulama-ahlulhadits/index.htm#page=Abdullah_bin_Amr_bin_Al-Ash_Radhiyallahu_anhu.htm.Ulama Ahlus Sunnah > Al-Abadillah
Selama hidup,
beliau dikenal sebagai orang yang tawadhu’. Hal ini dapat dilihat ketika salah
seorang sahabat bertanya kepada Amru bin Ash: “Bagaimana pendapatmu dengan
seseorang yang ketika Rasulullah meninggal, sedang beliau menyenanginya,
bukankah dia termasuk orang yang shalih?”, Maka Amru berkata: “Tentu, maka
laki-laki itu mengatakan: “Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah meninggal, sedangkan beliau menyenangimu, dan beliau telah (menjadikanmu
sebagai salah satu pemimpin -red)”. Maka Amru berkata: “Memang betul beliau
menjadikanku sebagai salah satu pemimpin, akan tetapi demi Allah sunggguh aku
tidak tahu apakah itu menunjukan kecintaannya kepadaku ataukah hanya sekedar
membutuhkan bantuanku. Akan tetapi aku akan memberitahumu tentang dua orang
yang ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencintai mereka berdua,
mereka adalah Abdullah bin Mas’ud dan Amar bin Yasir.
http://blognyafitri.wordpress.com/2012/03/20/kisah-sahabat-amru-bin-ash-radhiyallahu-anhu-shahabat-yang-cerdas-lagi-pemberani-oleh-ummu-haura/)
oleh Ummu Haura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar