Selasa, 05 Juni 2012

Amr bin Ash


Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu 'anhu (wafat 63 H)

Radhiyallahu ‘anhu lahir 47 tahun sebelum hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dia tumbuh di dalam naungan bapaknya (‘Ash bin Wail) yang memusuhi Islam dan kaum muslimin.
Beliau masuk islam pada tahun ke 8 H, yang mana ketika itu umur beliau lebih dari lima puluh tahun. Ketika ia masuk Islam maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikannya salah satu orang terdekatnya, ini tidak lain dikarenakan keilmuan dan keberaniannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikannya sebagai panglima pada peperangan Dzatussalasil, dan memperkuatnya dengan Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin Jarah radhiyallahu ‘anhum, kemudian beliau menjadikannya pemimpin di daerah ‘Uman, yang akhirnya beliau wafat di daerah tersebut. Beliau juga pemimpin pasukan dalam peperangan di Syam pada masa kekhalifahan Umar, di bawah pimpinan beliaulah ditaklukannya Qinasrin, dan mengadakan perjanjian dengan penduduk Halab dan Manbaj dan Antokyo, dan Umar menjadikannya sebagai gubernur di palestina.( http://blognyafitri.wordpress.com/2012/03/20/kisah-sahabat-amru-bin-ash-radhiyallahu-anhu-shahabat-yang-cerdas-lagi-pemberani-oleh-ummu-haura/) oleh Ummu Haura.
Dia adalah seorang dari Abadilah yang faqih, ia memeluk agama Islam sebelum ayahnya, kemudian hijrah sebelum penaklukan Mekkah.
Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan shalat, sambil menekuni hadits Rasulullah Shallahllahu ‘alaihi Wassalam.
Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 700 hadits, Sesudah minta izin Nabi Shallahu ‘alaihi Wassalam untuk menulis, ia mencatat hadits yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini Abu Hurairah berkata “ Tak ada seorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits Rasulullah, kecuali Abdullah bin Amr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan aku tidak”.
Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab, Thawus, dan Ikrimah.
Sanad paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan kakeknya Abdullah. Abdullah bin Amr wafat pada tahun 63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.
Selama hidup, beliau dikenal sebagai orang yang tawadhu’. Hal ini dapat dilihat ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Amru bin Ash: “Bagaimana pendapatmu dengan seseorang yang ketika Rasulullah meninggal, sedang beliau menyenanginya, bukankah dia termasuk orang yang shalih?”, Maka Amru berkata: “Tentu, maka laki-laki itu mengatakan: “Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah meninggal, sedangkan beliau menyenangimu, dan beliau telah (menjadikanmu sebagai salah satu pemimpin -red)”. Maka Amru berkata: “Memang betul beliau menjadikanku sebagai salah satu pemimpin, akan tetapi demi Allah sunggguh aku tidak tahu apakah itu menunjukan kecintaannya kepadaku ataukah hanya sekedar membutuhkan bantuanku. Akan tetapi aku akan memberitahumu tentang dua orang yang ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencintai mereka berdua, mereka adalah Abdullah bin Mas’ud dan Amar bin Yasir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar